top of page

Mengatasi Gangguan Makan di Kalangan Remaja dengan Dukungan On Demand

  • Gambar penulis: Elizabeth Santoso
    Elizabeth Santoso
  • 16 Sep
  • 2 menit membaca

Masa remaja merupakan periode yang penuh perubahan, baik secara fisik, emosional, maupun sosial. Pada fase ini, remaja rentan terhadap berbagai tantangan kesehatan mental, salah satunya adalah gangguan makan. Anoreksia nervosa, bulimia, maupun binge eating disorder menjadi masalah yang semakin sering muncul, terutama dengan pengaruh media sosial dan tekanan standar kecantikan yang tidak realistis. Gangguan makan bukan sekadar permasalahan pola makan, melainkan kondisi kompleks yang berkaitan dengan citra tubuh, kepercayaan diri, hingga kesehatan mental secara menyeluruh. Untuk mengatasinya, diperlukan pendekatan yang cepat, fleksibel, dan dapat menjangkau remaja dengan lebih efektif. Dalam konteks inilah tenaga kesehatan on demand berperan signifikan. 


Tenaga kesehatan on demand memungkinkan remaja mengakses tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, ahli gizi, maupun konselor, melalui platform digital. Layanan ini memberikan alternatif yang lebih mudah dibandingkan kunjungan tatap muka, yang sering kali menimbulkan rasa enggan atau malu. Dengan kerahasiaan yang terjaga, remaja dapat mencari bantuan tanpa takut dihakimi. Hal ini sangat penting mengingat stigma seputar gangguan makan masih cukup tinggi, sehingga banyak remaja menunda mencari pertolongan hingga kondisi semakin parah. 


Salah satu kontribusi utama tenaga kesehatan on demand adalah menyediakan konseling awal dan skrining dini. Melalui konsultasi virtual, tenaga profesional dapat mendeteksi tanda-tanda gangguan makan sejak dini, memberikan arahan mengenai langkah yang perlu diambil, serta menghubungkan remaja dengan layanan lanjutan jika diperlukan. Deteksi dini sangat krusial karena semakin cepat penanganan dilakukan, semakin besar pula peluang pemulihan. 


Selain itu, layanan on demand juga mendukung perawatan berkelanjutan. Gangguan makan membutuhkan pemantauan jangka panjang yang melibatkan multidisiplin, mulai dari psikolog untuk aspek mental, dokter untuk kesehatan fisik, hingga ahli gizi untuk perencanaan makanan yang tepat. Melalui aplikasi digital, tenaga kesehatan dapat memantau perkembangan pasien secara real-time, memberikan pengingat untuk pola makan sehat, serta mengevaluasi progres terapi. Pendekatan ini membuat perawatan menjadi lebih personal dan konsisten. 


Kontribusi lain adalah dalam aspek edukasi. Tenaga kesehatan on demand dapat menyelenggarakan sesi edukatif online, webinar, atau workshop yang membekali remaja dengan pengetahuan tentang pola makan sehat, cara mengelola citra tubuh, hingga keterampilan coping terhadap tekanan sosial. Edukasi yang mudah diakses ini membantu membangun kesadaran kolektif di kalangan remaja sekaligus mengurangi risiko berkembangnya gangguan makan baru. 


Namun, terdapat tantangan yang harus dihadapi. Tidak semua remaja memiliki akses perangkat digital atau koneksi internet stabil. Selain itu, perlu adanya jaminan kualitas dari tenaga kesehatan yang terlibat agar layanan tidak sekadar cepat, tetapi juga tepat dan aman. Keterlibatan orang tua juga penting, karena dukungan lingkungan sekitar memengaruhi keberhasilan pemulihan remaja. 


Meski demikian, peran tenaga kesehatan on demand tetap krusial dalam mengisi celah layanan kesehatan remaja dengan gangguan makan. Mereka menghadirkan pendekatan yang lebih ramah, mudah dijangkau, dan sesuai dengan gaya hidup digital generasi muda. Dengan memanfaatkan teknologi, tenaga kesehatan on demand dapat menjadi jembatan penting menuju program kesehatan remaja yang lebih inklusif dan efektif, khususnya dalam penanganan gangguan makan yang kerap terabaikan.

bottom of page