top of page

Peran Tenaga Kesehatan On Demand dalam Menekan Angka Putus Obat Pasien HIV

  • Gambar penulis: Elizabeth Santoso
    Elizabeth Santoso
  • 13 Sep
  • 2 menit membaca

Pengobatan HIV memerlukan kepatuhan tinggi terhadap terapi antiretroviral (ARV). Pasien yang tidak patuh, atau sering disebut mengalami putus obat, berisiko mengalami peningkatan viral load, resistensi obat, hingga memperburuk kualitas hidup. Tantangan ini masih banyak terjadi, terutama karena faktor jarak ke fasilitas kesehatan, stigma sosial, hingga keterbatasan ekonomi pasien. Kehadiran tenaga kesehatan on demand menjadi alternatif solusi yang mampu membantu mengurangi angka putus obat pada pasien HIV. 


Tenaga kesehatan on demand, seperti perawat, konselor, maupun apoteker yang dapat dipanggil sesuai kebutuhan, menawarkan fleksibilitas layanan kesehatan di luar klinik. Mereka berperan penting dalam memastikan pasien HIV tetap terhubung dengan terapi pengobatan melalui monitoring, pendampingan, dan pemberian edukasi yang berkesinambungan. Efektivitas layanan ini terlihat pada kemampuannya menjawab hambatan utama yang kerap menjadi alasan pasien tidak melanjutkan terapi. 


Pertama, tenaga kesehatan on demand mampu mendekatkan akses obat ARV ke rumah pasien. Dengan layanan antar obat atau kunjungan langsung, pasien tidak perlu selalu datang ke fasilitas kesehatan yang mungkin jauh atau penuh dengan antrean. Hal ini mengurangi risiko pasien melewatkan jadwal minum obat karena kesulitan logistik. Kedua, kehadiran tenaga kesehatan secara personal juga membantu memberikan dukungan psikososial. Banyak pasien HIV yang masih menghadapi stigma, sehingga enggan terlihat rutin mengakses layanan kesehatan. Layanan on demand yang lebih privat dapat menjaga kerahasiaan sekaligus memberi rasa aman bagi pasien. 


Selain itu, tenaga kesehatan on demand juga berfungsi sebagai pengingat dan motivator. Dengan bantuan teknologi digital, mereka dapat mengirimkan pengingat jadwal minum obat, melakukan telekonsultasi singkat, atau melakukan kunjungan follow-up untuk memastikan pasien tetap konsisten. Keterlibatan tenaga kesehatan secara intensif ini terbukti mampu meningkatkan adherence pasien terhadap terapi ARV. 


Efektivitas lain dari layanan on demand adalah fleksibilitas dalam menyesuaikan kebutuhan pasien. Misalnya, pasien yang mengalami efek samping obat dapat segera mendapatkan penanganan awal dari tenaga medis yang datang ke rumah, tanpa harus menunggu jadwal kontrol bulanan. Hal ini membuat pasien merasa lebih didukung dan tidak sendirian menghadapi tantangan pengobatan jangka panjang. 


Meski memiliki banyak manfaat, layanan ini tetap menghadapi tantangan implementasi. Keterbatasan jumlah tenaga kesehatan, biaya layanan tambahan, serta perlunya infrastruktur digital yang memadai masih menjadi hambatan. Namun, jika didukung oleh kebijakan pemerintah, program asuransi kesehatan, dan kolaborasi dengan organisasi masyarakat sipil, layanan ini dapat lebih terjangkau dan inklusif bagi pasien HIV di berbagai lapisan masyarakat. 


Pada akhirnya, efektivitas tenaga kesehatan on demand dalam mengurangi angka putus obat pada pasien HIV tidak hanya diukur dari kepatuhan minum obat, tetapi juga dari meningkatnya kualitas hidup pasien. Dukungan yang berkesinambungan, akses yang lebih mudah, serta rasa aman dan nyaman dalam menjalani terapi akan mendorong pasien untuk bertahan pada pengobatan jangka panjang. Dengan demikian, tenaga kesehatan on demand berperan strategis dalam memperkuat upaya penanggulangan HIV di Indonesia dan dunia.

bottom of page