top of page

Menjawab Tantangan Home Care Pasien Ekonomi Rendah dengan Tenaga Kesehatan On Demand

  • Gambar penulis: Elizabeth Santoso
    Elizabeth Santoso
  • 11 Sep
  • 2 menit membaca

Perawatan kesehatan berbasis home care semakin dibutuhkan, terutama bagi pasien yang mengalami keterbatasan mobilitas, penyakit kronis, atau membutuhkan pemantauan jangka panjang. Kehadiran tenaga kesehatan on demand memberikan solusi praktis dengan menghadirkan perawat, bidan, atau tenaga medis lain langsung ke rumah pasien. Namun, penerapan layanan ini bagi masyarakat dengan keterbatasan ekonomi tidaklah sederhana. Di balik manfaatnya, terdapat tantangan signifikan yang perlu ditangani agar layanan home care benar-benar inklusif. 


Tenaga kesehatan on demand menawarkan fleksibilitas yang sebelumnya sulit dijangkau. Pasien tidak lagi harus menempuh perjalanan jauh ke rumah sakit, menunggu antrean panjang, atau mengeluarkan biaya tambahan untuk transportasi. Layanan ini seharusnya menjadi jawaban bagi pasien yang tinggal di lingkungan padat, rentan sakit, atau yang membutuhkan perawatan intensif. Sayangnya, justru kelompok masyarakat dengan keterbatasan ekonomi sering kali tidak bisa mengakses layanan tersebut karena biaya yang relatif tinggi dibandingkan dengan pendapatan mereka. 


Salah satu tantangan utama adalah keterjangkauan harga. Layanan home care berbasis on demand biasanya menggunakan sistem aplikasi dengan tarif tertentu yang mencakup biaya tenaga kesehatan, transportasi, hingga administrasi platform. Bagi keluarga berpenghasilan rendah, tarif ini bisa jauh melebihi kemampuan finansial mereka. Akibatnya, pasien dari kelompok ini terpaksa mengandalkan perawatan seadanya, bahkan terkadang tanpa pendampingan medis sama sekali. 


Selain faktor biaya, keterbatasan literasi digital juga menjadi penghalang. Layanan tenaga kesehatan on demand umumnya berbasis aplikasi atau platform digital. Masyarakat dengan keterbatasan ekonomi sering kali memiliki akses terbatas terhadap smartphone, internet stabil, atau pengetahuan dalam menggunakan aplikasi kesehatan. Kondisi ini menimbulkan kesenjangan digital yang memperlebar jarak antara kelompok yang mampu mengakses layanan dengan yang tidak. 


Di sisi lain, tenaga kesehatan yang menyediakan layanan home care on demand juga menghadapi tantangan. Tidak jarang mereka harus menyesuaikan layanan dengan kondisi rumah pasien yang mungkin tidak mendukung standar perawatan medis, misalnya keterbatasan ruang, sanitasi, atau fasilitas pendukung. Hal ini dapat memengaruhi kualitas layanan yang diberikan serta keselamatan pasien maupun tenaga kesehatan itu sendiri. 


Meskipun demikian, terdapat peluang untuk menjadikan layanan ini lebih inklusif. Kolaborasi antara pemerintah, penyedia layanan, dan komunitas menjadi kunci. Pemerintah dapat memberikan subsidi atau skema asuransi khusus bagi pasien dengan keterbatasan ekonomi, sehingga biaya layanan home care on demand dapat ditekan. Penyedia layanan juga dapat mengembangkan model tarif yang lebih fleksibel, misalnya paket layanan berbasis kebutuhan atau program solidaritas sosial di mana pasien mampu secara finansial membantu subsidi bagi pasien lain. 


Selain itu, pelatihan literasi digital sederhana bagi keluarga pasien dapat menjadi langkah efektif untuk memperluas akses. Komunitas lokal, seperti kader kesehatan atau relawan, juga dapat berperan sebagai penghubung antara pasien dengan tenaga kesehatan on demand. Dengan demikian, hambatan teknologi maupun keterbatasan fasilitas dapat dikurangi. 


Secara keseluruhan, tenaga kesehatan on demand dalam layanan home care memiliki potensi besar untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Namun, tanpa upaya serius untuk menjawab tantangan keterbatasan ekonomi, layanan ini hanya akan dinikmati oleh kelompok tertentu. Inklusivitas harus menjadi fokus utama agar semua lapisan masyarakat dapat memperoleh manfaat. Dengan dukungan kebijakan, inovasi tarif, serta pemberdayaan komunitas, tenaga kesehatan on demand dapat benar-benar menjadi solusi nyata, bukan sekadar layanan premium.

bottom of page