top of page

Menjamin Kesejahteraan Tenaga Kesehatan Non-Tetap Melalui Asuransi dan BPJS

  • Gambar penulis: Elizabeth Santoso
    Elizabeth Santoso
  • 1 hari yang lalu
  • 2 menit membaca

Peran tenaga kesehatan non-tetap atau freelance health workers semakin penting di era digital dan layanan kesehatan fleksibel seperti model on-demand. Mereka hadir untuk menjawab kebutuhan masyarakat akan akses medis cepat dan efisien, baik di rumah maupun melalui platform daring. Namun, di balik fleksibilitas tersebut, muncul tantangan besar terkait jaminan sosial dan perlindungan asuransi bagi tenaga medis yang tidak berstatus pegawai tetap. 


Tenaga kesehatan non-tetap mencakup berbagai profesi, mulai dari dokter umum, perawat, bidan, hingga fisioterapis yang bekerja berdasarkan proyek atau permintaan pasien. Tidak seperti pegawai tetap di rumah sakit, mereka tidak selalu mendapatkan hak-hak dasar seperti asuransi kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, atau tunjangan pensiun. Kondisi ini menimbulkan ketimpangan dalam perlindungan sosial di sektor kesehatan, padahal risiko kerja yang mereka hadapi sama—bahkan terkadang lebih tinggi. 


Pemerintah Indonesia melalui BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan sebenarnya telah membuka skema bagi pekerja mandiri atau pekerja bukan penerima upah (BPU). Skema ini memungkinkan tenaga kesehatan non-tetap untuk mendaftarkan diri secara mandiri agar tetap terlindungi dari risiko kesehatan dan kecelakaan kerja. Namun, tingkat partisipasinya masih rendah karena keterbatasan sosialisasi, biaya iuran, serta kurangnya insentif bagi pekerja lepas. 


Selain itu, banyak platform digital penyedia layanan kesehatan belum menerapkan kebijakan yang jelas mengenai jaminan sosial bagi mitra tenaga kesehatannya. Beberapa hanya memberikan perlindungan minimal berupa asuransi kecelakaan selama bertugas, tanpa jaminan kesehatan jangka panjang atau perlindungan finansial lain. Hal ini menunjukkan perlunya regulasi dan kebijakan yang lebih tegas agar tenaga kesehatan non-tetap tidak dibiarkan tanpa perlindungan memadai. 


Ke depan, pemerintah bersama asosiasi profesi dan penyedia platform perlu membangun mekanisme perlindungan sosial kolaboratif. Misalnya, platform digital dapat berperan sebagai pengumpul iuran BPJS bagi tenaga kesehatan yang bekerja melalui aplikasinya, atau memberikan subsidi sebagian premi asuransi sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Model kemitraan seperti ini tidak hanya meningkatkan kesejahteraan tenaga medis, tetapi juga memperkuat kepercayaan publik terhadap layanan on-demand. 


Selain jaminan sosial, penting juga adanya asuransi tanggung gugat profesi (professional indemnity insurance) bagi tenaga kesehatan non-tetap. Asuransi ini melindungi tenaga medis dari potensi tuntutan hukum akibat kesalahan prosedur atau kelalaian dalam pelayanan. Di banyak negara, asuransi jenis ini menjadi standar bagi tenaga medis independen. Jika diterapkan di Indonesia, kebijakan ini akan meningkatkan rasa aman bagi tenaga kesehatan sekaligus memperkuat standar etika dan profesionalisme di lapangan. 


Dengan sistem perlindungan yang lebih komprehensif, tenaga kesehatan non-tetap dapat bekerja lebih tenang dan produktif tanpa khawatir terhadap risiko finansial yang muncul akibat penyakit, kecelakaan, atau tuntutan hukum. Pada akhirnya, keberlanjutan sektor kesehatan digital dan on-demand sangat bergantung pada kesejahteraan para tenaga medisnya. Pemerintah, lembaga asuransi, dan penyedia platform perlu berkolaborasi untuk menciptakan kebijakan yang adil, inklusif, dan berkelanjutan demi masa depan tenaga kesehatan Indonesia.

Komentar


bottom of page