Mematahkan Mitos Kesehatan di Desa dengan Tenaga Kesehatan On-Demand
- Elizabeth Santoso
- 4 Jul
- 2 menit membaca
Di banyak daerah pedesaan, mitos kesehatan masih begitu kuat melekat dan sering kali memengaruhi perilaku masyarakat terhadap pencegahan dan pengobatan penyakit. Contohnya, keyakinan bahwa demam hanya perlu “dikerok,” luka tidak boleh disentuh air, atau bahwa kehamilan selalu berjalan normal tanpa perlu pemeriksaan medis. Mitos-mitos semacam ini dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan, namun sering kali sulit diluruskan karena terbatasnya akses informasi dan minimnya kehadiran tenaga kesehatan di lapangan.
Dalam konteks ini, tenaga kesehatan on-demand hadir sebagai inovasi yang mampu menjawab kesenjangan edukasi kesehatan di pedesaan. Tenaga kesehatan on-demand adalah dokter, bidan, perawat, atau konselor kesehatan yang dapat diakses melalui aplikasi digital, dan juga bisa melakukan kunjungan langsung sesuai kebutuhan. Model ini memadukan pendekatan personal dan teknologi, sehingga edukasi kesehatan dapat disampaikan lebih luas, fleksibel, dan sesuai budaya setempat.
Salah satu keunggulan pendekatan ini adalah kemampuan menjangkau masyarakat secara langsung melalui ponsel pintar yang kini semakin banyak digunakan, bahkan di desa-desa. Melalui telepon, chat, atau video call, masyarakat dapat berkonsultasi seputar keluhan kesehatan, menanyakan informasi tentang penyakit, atau sekadar memvalidasi informasi yang beredar. Tenaga kesehatan on-demand dapat segera memberikan klarifikasi berbasis sains, membedakan mana fakta dan mana mitos yang tidak berdasar.
Selain layanan konsultasi, banyak platform kesehatan juga menyediakan konten edukasi digital berupa video, artikel, dan infografis dengan bahasa yang sederhana. Materi ini dapat disesuaikan agar relevan dengan budaya lokal, misalnya dengan menggunakan bahasa daerah atau mengangkat cerita keseharian masyarakat. Dengan begitu, pesan kesehatan tidak terasa menggurui, melainkan menjadi bagian dari percakapan sehari-hari.
Pendekatan on-demand juga membuka ruang diskusi dua arah yang ramah. Masyarakat dapat bebas bertanya tanpa rasa takut dihakimi, dan tenaga kesehatan pun dapat lebih memahami konteks sosial dan keyakinan yang melatarbelakangi munculnya mitos tersebut. Diskusi ini penting agar edukasi berjalan efektif, bukan sekadar menyampaikan informasi, tetapi juga membangun kepercayaan.
Namun, upaya ini tetap memerlukan kolaborasi dengan tokoh masyarakat, guru, kader posyandu, atau pemuka agama yang memiliki pengaruh besar di desa. Dengan melibatkan mereka, pesan kesehatan akan lebih mudah diterima dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Tantangan lain seperti keterbatasan sinyal, literasi digital, dan biaya penggunaan internet juga harus diatasi melalui program pendampingan, subsidi data, atau penyediaan fasilitas belajar kelompok di balai desa.
Tenaga kesehatan on-demand, didukung teknologi digital, telah membuka jalan baru untuk mematahkan mitos kesehatan di pedesaan. Lewat edukasi yang santun, berbasis bukti, dan menghargai budaya setempat, kita dapat membantu masyarakat pedesaan memahami pentingnya kesehatan modern, sekaligus tetap menjaga kearifan lokal.
Dengan pendekatan ini, kesehatan menjadi hak semua orang – termasuk mereka yang tinggal jauh dari pusat kota.
Comments